PESSEL, (GemaMedianet.com) | Seorang oknum Aparatur Sipil Negara (ASN), berinisial "S", diduga menyalahgunakan mobil dinas milik Kepala Badan Pengelolaan Keuangan, Pendapatan, dan Aset Daerah (BPKPAD) Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel), Sumatera Barat (Sumbar), untuk keperluan pribadi hingga menyebabkan kecelakaan maut yang menewaskan dua warga sipil. Peristiwa tragis ini terjadi pada Januari 2025 di luar jam kerja, dan bukan dalam rangkaian tugas kedinasan.
"S", diketahui menggunakan kendaraan dinas tersebut saat melakukan perjalanan pribadi bersama keluarganya. Insiden kecelakaan ini menimbulkan gejolak di tengah masyarakat, karena dinilai sebagai bentuk penyalahgunaan fasilitas negara oleh seorang pejabat publik.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, mobil dinas yang digunakan bukanlah kendaraan yang sah diperuntukkan bagi "S" pada waktu kejadian. Ia baru dilantik sebagai Kepala BPKPAD Pessel beberapa bulan kemudian, tepatnya pada Jum'at, 25 Juli 2025. Penggunaan aset negara di luar wewenang ini memunculkan dugaan kuat adanya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Ketua LSM Markas Cabang Forum Bersama Laskar Merah Putih Pessel, Sidi A.G Tanjung, menegaskan, bahwa tindakan "S" merupakan pelanggaran serius yang tidak hanya melanggar etika ASN, tetapi juga berpotensi masuk ranah pidana. "Ini bukan delik aduan lagi. Ini sudah terang-benderang dan murni korupsi. ASN memakai aset negara untuk kepentingan pribadi  hingga menyebabkan orang meninggal dunia. Itu jelas pelanggaran hukum," ujarnya saat diwawancarai, Senin (15/9/2025) di Painan.
Sidi menyebutkan, bahwa penggunaan kendaraan dinas untuk kepentingan pribadi tanpa izin resmi dapat dijerat dengan Pasal 3 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi. Pasal ini menyebutkan, bahwa setiap orang yang menyalahgunakan kewenangan yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara, dapat dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama 20 tahun serta denda maksimal Rp1 miliar.
Lebih jauh, "S" juga berpotensi dijerat dengan Pasal 359 KUHP yang menyatakan, bahwa seseorang yang karena kelalaiannya menyebabkan orang lain meninggal dunia dapat dipidana penjara paling lama lima tahun. Fakta bahwa kecelakaan tersebut terjadi di luar aktivitas kedinasan, dan menyebabkan korban jiwa menjadi dasar kuat untuk penegakan hukum.
Pakar hukum pidana dan tokoh masyarakat, Dr. Rudi Chandra, juga mengomentari kasus ini. Menurutnya, unsur pidana dalam peristiwa ini sudah terpenuhi, dan proses hukum harus tetap berjalan meskipun belum ada laporan resmi dari keluarga korban. 
"Mobil itu adalah aset negara yang dibeli dari pajak rakyat. Jika sudah jadi barang rongsokan akibat penggunaan di luar tugas, itu sangat memprihatinkan. Aparat Penegak Hukum (APH) harus segera proses hukum terhadap Suhandri," tegas Rudi.
Rudi juga menambahkan, bahwa tindakan administratif seperti penggantian kerugian negara tidak menghapus unsur pidana yang telah terjadi. Ia merujuk pada Pasal 235 ayat (1) dan Pasal 230 UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) yang menyatakan, bahwa setiap kecelakaan lalu lintas yang menimbulkan korban jiwa wajib ditindaklanjuti oleh penegak hukum.
Dalam Pasal 310 ayat (4) UU LLAJ disebutkan, bahwa pengemudi yang karena kelalaiannya menyebabkan kecelakaan lalu lintas hingga menewaskan orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau denda paling banyak Rp12 juta. Hal ini semakin menegaskan, bahwa proses pidana harus dijalankan secara tuntas.
Sementara itu, "S" saat dikonfirmasi di ruang kerjanya di Painan pada Senin (15/9/2025) menyatakan, kesiapannya untuk bertanggung jawab secara moral dan administratif atas kerusakan mobil dinas yang dikemudikannya. Ia mengaku, telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Wilayah Sumbar dan menyatakan kesediaannya untuk mengganti kerugian negara.
“Saya belum ada uang, tapi saya berusaha untuk memperbaikinya. Tidak ada orang menginginkan musibah. Di dalam mobil itu juga ada keluarga saya. Saya sudah diperiksa BPK dan siap bertanggung jawab. Nanti tergantung bagaimana baiknya, atau mobil itu saya beli saja,” ungkap  "S".
Penyelesaian Perdata Tidak Menggugurkan Pertanggungjawaban Pidana
Namun demikian, banyak pihak menilai bahwa pernyataan "S" tidak cukup untuk menutup kasus ini. Aspek pertanggungjawaban pidana tetap harus ditegakkan. Sebab, menurut sejumlah ahli hukum, mekanisme hukum tidak berhenti pada pengakuan atau penggantian semata, melainkan tetap harus dilakukan penyelidikan dan proses hukum formal.
Kasus ini juga menyoroti lemahnya pengawasan internal di lingkungan pemerintahan daerah terhadap penggunaan fasilitas negara. Kendaraan dinas, yang seharusnya digunakan untuk operasional instansi, justru digunakan untuk keperluan pribadi oleh seseorang yang saat itu bahkan belum sah menjabat sebagai kepala instansi terkait.
Mobil dinas yang mengalami kerusakan parah, dan kini berada di sebuah bengkel di Kota Padang menjadi barang bukti kunci dalam perkara ini. Keberadaan kendaraan tersebut yang tak lagi bisa digunakan, karena kerusakan berat akibat kecelakaan menandakan adanya kerugian nyata terhadap aset negara.
APH Diharapkan Tak Pasif
Ketua LSM Markas Cabang Forum Bersama Laskar Merah Putih Pesisir Selatan, berharap kepada aparat penegak hukum tidak bersikap pasif terhadap kasus ini. Desakan agar "S" diproses secara pidana tidak hanya datang dari kalangan LSM, tetapi juga dari tokoh masyarakat, aktivis anti-korupsi, dan akademisi.
Jika dibiarkan tanpa penanganan hukum yang tegas, kasus ini dikhawatirkan akan mencederai kepercayaan publik terhadap komitmen pemberantasan korupsi dan integritas ASN. Apalagi, kejadian ini telah menimbulkan korban jiwa, yang seharusnya menjadi perhatian utama aparat penegak hukum dalam menegakkan keadilan.
Sebagaimana ditegaskan oleh Ketua LSM Markas Cabang Forum Bersama Laskar Merah Putih Pesisir Selatan, Ia tidak akan berhenti mengawal kasus ini hingga ada kepastian hukum dan keadilan bagi korban. Ia juga mendorong, lembaga lainnya untuk ikut memantau perkembangan perkara, mengingat potensi pelanggaran yang terjadi bersinggungan dengan penyalahgunaan aset negara. (Don)









0 comments:
Post a Comment