07 Agustus 2015

Ketua MK Minta Rakyat Pedomani Putusan Penghapusan Pasal Penghinaan Presiden


JAKARTA, (GemaMedianet.com) — Pasal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden "kembali dihidupkan" dalam Rancangan Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP). Padahal, Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengubur dalam-dalam pasal penghinaan tersebut. Melalui putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006 MK membatalkan pasal penghinaan presiden dan wakil presiden dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Pembatalan pasal tersebut setelah permohonan uji materi KUHP diajukan oleh Eggi Sudjana dan Pandapotan Lubis dikabulkan. MK menilai Pasal 134, Pasal 136, dan Pasal 137 KUHP bisa menimbulkan ketidakpastian hukum, karena tafsirnya yang amat rentan manipulasi.

Terkait Rancangan KUHP tersebut, Ketua MK Arief Hidayat mempersilahkan rakyat untuk mempedomani Keputusan MK Nomor 013-022/PUU-IV/2006.

"Silakan saja dibaca putusannya soal itu (pasal penghinaan terhadap presiden)," ujar Arief saat dihubungi wartawan, Rabu (5/8/2015), seperti dilansir detiknews.

Bahkan Mantan Ketua MK, Jimly Asshiddiqie menyebut pencabutan pasal penghinaan presiden/wakil presiden dalam putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006 karena tidak sesuai dengan peradaban demokrasi.

Sementara, Menteri Yasonna Laoly heran dengan suara protes saat ini lantaran sebenarnya pasal penghinaan presiden itu sudah diusulkan sejak era Presiden SBY.

"Pasal itu sudah ada sebelumnya. Zaman Pak SBY sudah dimasukan di DPR. Ini dikatakan (seolah-olah) zaman Jokowi dimunculkan (pasal penghinaan Presiden). Dulu saja sudah ada enggak diributin, kok sekarang diributin," ucap Yasonna.

Hal senada juga diucapkan oleh Teten Masduki. Mantan penggiat antikorupsi melempar bola panas ke era pemerintahan sebelumnya. Padahal RUU ini diserahkan Presiden Joko Widodo ke DPR pada 5 Juni 2015 yang ditandatangani oleh Presiden.

"RUU ini sudah diajukan oleh pemerintah yang lalu, secara ini tidak banyak perubahan. Putusan MK kan 2006. Kemudian pemerintah SBY usulkan 2012, tapi tidak tuntas pembahasannya sehingga dikembalikan lagi pada pemerintah," ujar Tim Komunikasi Presiden Teten Masduki.

Pasal 263 ayat (1) RUU KUHP yang disodorkan Presiden Jokowi ke DPR berbunyi : Setiap orang yang di muka umum menghina Presiden atau Wakil Presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV.

Ruang lingkup Penghinaan Presiden diperluas lewat RUU KUHP Pasal 264 : Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, yang berisi penghinaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isi penghinaan diketahui atau lebih diketahui umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV.

Berdasarkan putusan MK, norma dan semangat menghidupkan lagi aturan larangan penghinaan presiden harus dihapuskan dalam setiap norma yang ada. Perintah MK ini tertuang dalam putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006. 

MK menyatakan pasal Penghinaan Presiden menegasi prinsip persamaan di depan hukum, mengurangi kebebasan mengekspresikan pikiran dan pendapat, kebebasan akan informasi, dan prinsip kepastian hukum.

"Sehingga dalam RUU KUHP yang merupakan upaya pembaharuan KUHPidana warisan kolonial juga harus tidak lagi memuat pasal-pasal yang isinya sama atau mirip dengan Pasal 134, Pasal 136 bis, dan Pasal 137 KUHPidana," demikian putusan MK pada 6 Desember 2006. (rvk/asp)

0 comments:

Posting Komentar

PRAKIRAAN CUACA

eqmap

SOLOK SELATAN

Iklan

POLDA SUMBAR

iklan

TwitterFacebookGoogle PlusInstagramRSS FeedEmail

Statistic Views

Iklan

iklan

Terkini

Iklan

FACEBOOK - TWEETER

Iklan

BUMN

Iklan

REMAJA DAN PRESTASI

Iklan

iklan

Arsip Blog